Profil Claudine Gay, Mantan Rektor Harvard yang Berani Melawan Elite Amerika

Profil Claudine Gay, Mantan Rektor Harvard yang Berani Melawan Elite Amerika
Profil Claudine Gay

VINANSIA.COM - Ada banyak cara untuk mengguncang dunia, tapi kalau yang diguncang itu Harvard, itu cerita lain. Tahu kan, siapa yang berani mendobrak tradisi kampus yang sudah mapan selama berabad-abad? 

Nah, di sinilah Claudine Gay muncul. Dia bukan cuma wanita kulit hitam pertama yang jadi presiden Harvard, tetapi lebih dari itu, dia membawa sesuatu yang lebih besar: perubahan yang nyata di tengah kampus yang terbiasa berpegang pada tradisi.

Claudine Gay lahir di New York tahun 1970, dari keluarga imigran Haiti, dia sudah tahu dunia ini tidak ramah untuk orang sepertinya. Dari kecil, ia sudah merasakan betapa sulitnya membuka pintu kesempatan jika kamu bukan bagian dari kelompok yang diutamakan. 

Tapi, seperti banyak orang besar lainnya, Gay tidak menyerah begitu saja. Dia memilih jalan yang jarang dipilih: pendidikan. Stanford dulu, lalu Harvard, dan akhirnya dia menjadi dekan di Harvard.

Sekarang, soal dekan di Harvard, itu bukan posisi sembarangan. Di sini, keputusan kecil bisa berpengaruh besar. Gay sudah memperlihatkan kepada dunia bahwa keberagaman bukan sekadar slogan. Itu adalah perjuangan yang harus dijalani, bukan hanya dibicarakan. 

Harvard, meskipun dihormati di seluruh dunia, sangat sulit untuk berubah. Tradisi yang sudah berakar dalam bertahun-tahun membuat perubahan terasa seperti menggeser gunung. Tapi dia tak menyerah. Dia ingin Harvard lebih terbuka, lebih inklusif, lebih menerima.

Jadi, bayangkan saja, ketika dia terpilih jadi presiden Harvard pada 2023. Orang tentu berpikir, ini mungkin hanya soal gender dan warna kulit. Tapi, sebenarnya lebih dari itu. Gay adalah tantangan bagi seluruh sistem yang telah ada. Sistem yang ingin terus menjaga kekuasaannya. 

Dan yang paling berat, dia harus menghadapinya di saat dunia sedang dilanda ketegangan sosial yang luar biasa. Antisemitisme, polarisasi politik, dan berbagai konflik lainnya. Gay tiba-tiba berada di pusat pusaran itu.

Tapi yang namanya perubahan, tidak pernah datang dengan mudah. Di saat segala sesuatu mulai berkembang, masalah besar muncul. Isu antisemitisme yang melibatkan mahasiswa dan staf kampus menjadi masalah serius. 

Banyak yang memprotes, merasa tak puas, dan tidak segan-segan menantang Gay. Bahkan, Gay sempat berada dalam posisi yang sangat sulit. Seorang pemimpin memang harus siap diuji, tapi pertanyaan besarnya adalah, seberapa kuat dia bisa bertahan?

Pada akhirnya, Gay memutuskan mundur pada awal 2024. Banyak yang menyebutnya kegagalan. Tapi, coba kita lihat lebih dekat. Kepemimpinan Gay tidak hanya tentang jabatan semata. Ini tentang bagaimana dia mengguncang status quo. 

Mungkin dia mundur lebih cepat dari yang kita duga, tetapi pesan yang dia tinggalkan jelas: perubahan bukanlah hal yang bisa terjadi dalam semalam. Dan, kalau ingin mengubah sesuatu yang sudah sangat besar, pasti akan ada gesekan yang tak terhindarkan.

Tapi apakah itu berarti dia gagal? Tidak. Gay telah membuka percakapan yang sudah lama harus dimulai di dunia pendidikan, terutama di Harvard yang selama ini dikenal dengan tradisinya yang sangat kaku. 

Bahkan jika dia mundur, perjuangannya akan terus bergema. Setidaknya dia telah menunjukkan bahwa mengubah sesuatu yang sudah terlanjur mapan bukanlah pekerjaan yang mudah. Dan itu tidak perlu dilakukan dengan kemenangan penuh. Yang penting, percakapan itu sudah dimulai.

#Profil

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index