VINANSIA.COM - Apa yang Anda pikirkan tentang Afrika?
Gurun? Hutan? Kelaparan? Kudeta?
Aliko Dangote ingin mengubah itu. Setidaknya untuk Nigeria, tanah kelahirannya. Dan setidaknya dalam dunia bisnis.
Ia bukan hanya orang terkaya di Afrika. Ia adalah simbol bahwa Afrika bisa lebih dari sekadar benua yang bergantung pada donasi dan impor.
Dari Dagang ke Industri
Lahir di Kano, Nigeria, 10 April 1957, Dangote memang sudah punya darah bisnis. Kakeknya seorang pedagang sukses. Tapi ia tak ingin sekadar berdagang. Ia ingin membangun.
Dengan modal pinjaman dari pamannya, ia mulai berdagang gula, beras, dan semen di tahun 1981. Tapi hanya menjadi distributor bukan impiannya.
Ia berpikir: Kenapa harus impor kalau bisa produksi sendiri?
Dari sana, lahirlah pabrik-pabrik: gula, tepung, dan tentu saja, semen. Dangote Group, yang dulu hanya importir, berubah menjadi pemain utama industri manufaktur Afrika.
Imperium Semen
Dangote Cement adalah mahkotanya. Dengan kapasitas 48,6 juta ton per tahun, ia adalah pemain terbesar di benua itu. Ia bukan sekadar orang kaya, tapi juga orang yang membangun fondasi fisik Nigeria—secara harfiah.
Ia menguasai pasar. Tapi banyak yang mengeluh: harga semennya mahal.
"Kalau ada yang bisa jual lebih murah, silakan," katanya enteng. Nyatanya, tak ada yang bisa.
Ia membangun semen bukan hanya di Nigeria, tapi juga di 10 negara Afrika. Ia ingin Afrika membangun dirinya sendiri, tanpa tergantung pada impor dari Eropa atau Asia.
Kilang Minyak Terbesar Afrika
Lalu ia masuk ke bisnis paling panas: minyak.
Nigeria adalah produsen minyak besar, tapi anehnya tetap impor BBM. Kilang dalam negeri tak cukup.
Dangote melihat peluang. Ia membangun Dangote Refinery, kilang minyak terbesar di Afrika. Kapasitasnya 650.000 barel per hari. Cukup untuk memenuhi kebutuhan Nigeria, bahkan ekspor ke negara tetangga.
Tapi proyek ini tak mudah.
Terbentur birokrasi. Kekurangan dana. Kenaikan harga bahan baku.
Semua orang pesimis.
Tapi Dangote bukan orang yang gampang menyerah.
Pada Januari 2024, kilang itu akhirnya mulai beroperasi. Desember 2024, kapasitasnya sudah 85%. Dan dalam hitungan bulan, Nigeria bisa berhenti impor BBM.
Dampaknya luar biasa:
Nigeria tak perlu buang miliaran dolar untuk impor bahan bakar.
Harga BBM bisa lebih stabil.
Lapangan kerja tercipta.
Nigeria berubah. Dan Dangote adalah dalangnya.
Kaya, Tapi Penuh Kontroversi
Dengan kekayaan US$23,9 miliar (Maret 2025), ia tetap jadi orang terkaya Afrika selama 14 tahun berturut-turut.
Tapi banyak yang mengkritik:
Ia terlalu dekat dengan pemerintah.
Ia memonopoli pasar.
Ia sulit dikalahkan pesaingnya.
Tapi siapa yang bisa menyalahkannya?
Ia bermain dalam aturan yang ada. Kalau ada yang lebih pintar, silakan lawan.
Misi Besarnya
Dangote tak hanya ingin kaya. Ia ingin Afrika bisa berdikari. Ia ingin negaranya bisa mengolah bahan mentah sendiri, bukan sekadar menjual ke luar lalu membeli kembali dengan harga lebih mahal.
Ia sadar, industrialisasi adalah kunci. Jika Afrika terus mengandalkan ekspor bahan mentah, maka benua itu tak akan pernah maju.
Warisan Dangote
Sejarah bisnis Afrika tak bisa dilepaskan dari namanya. Ia telah menciptakan perubahan besar dalam industri semen, gula, dan minyak.
Pertanyaannya sekarang: siapa penerusnya?
Apakah akan ada Dangote lain yang berani membangun industri baru?
Atau Afrika akan kembali ke pola lama: ekspor bahan mentah, impor produk jadi, dan terus bergantung pada dunia luar?
Waktu yang akan menjawabnya.