Profil Hanwha Group dan Bisnisnya di Indonesia

Profil Hanwha Group dan Bisnisnya di Indonesia
Hanwha: Raksasa Korea yang Mulai Serius di Indonesia

VINANSIA.COM - Hanwha mungkin bukan nama yang sering terdengar di Indonesia. Tidak seperti Samsung yang ada di genggaman atau Hyundai yang berseliweran di jalan. 

Tapi jangan salah, grup asal Korea Selatan ini sedang memperdalam cengkeramannya di sini. Awalnya asuransi, lalu bank. Siapa tahu nanti merambah ke yang lain.  

Dari Bahan Peledak ke Finansial

Hanwha lahir tahun 1952 dengan nama Korea Explosives Company. Bisnisnya? Sesuai namanya: bikin bahan peledak. Bukan untuk perang, tapi untuk pertambangan dan konstruksi.  

Tapi Hanwha cepat belajar. Mereka sadar, kalau mau bertahan lama, tidak bisa selamanya bergantung pada bisnis yang "meledak-ledak." Maka mereka berekspansi. 

Kini, Hanwha adalah konglomerat dengan lebih dari 80 anak usaha. Ada di industri berat, kimia, energi terbarukan, pertahanan, hingga keuangan.  

Pendapatannya? Jangan ditanya. Sekitar USD 60 miliar per tahun. Mereka punya Hanwha Q CELLS, salah satu pemain terbesar di industri panel surya dunia. 

Di Korea, mereka juga pemilik KAI (Korea Aerospace Industries), produsen pesawat tempur KF-21 Boramae.  

Tapi sekuat apa pun Hanwha di Korea, mereka sadar satu hal: kalau ingin terus tumbuh, harus keluar dari kandang. Indonesia jadi salah satu tujuan.  

Masuk Lewat Asuransi

Hanwha mulai meraba pasar Indonesia lewat bisnis asuransi jiwa. Tahun 2013, mereka mendirikan Hanwha Life Indonesia. Tidak heboh, tapi cukup untuk menanamkan fondasi.  

Baru pada 2023 mereka mulai serius. Hanwha mengakuisisi mayoritas saham Lippo General Insurance. Dengan ini, mereka tidak hanya punya asuransi jiwa, tapi juga asuransi umum.  

Tapi rupanya itu baru awalan.  

Bank Setelah Asuransi

Baru-baru ini, Hanwha resmi mengambil alih 40% saham Bank Nationalnobu (Nobu Bank) dari Lippo Group. Ini langkah besar. Nobu memang bukan bank terbesar di Indonesia, tapi bukan kecil juga.  

Per Juni 2024, total asetnya mencapai Rp30,7 triliun. Angka ini naik 32,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Artinya, bank ini sedang dalam jalur pertumbuhan yang cepat.  

Tapi bagi Hanwha, bukan hanya soal angka. Mereka melihat sesuatu yang lebih besar: ekosistem Lippo.  

Bayangkan ini: Lippo punya jaringan ritel Hypermart, department store Matahari, layanan kesehatan Siloam, bahkan properti besar seperti Meikarta. 

Kalau semua ini dikombinasikan dengan keahlian digital Hanwha, mereka bisa membangun layanan perbankan yang lebih dari sekadar bank digital biasa.  

Tujuannya jelas: Hanwha ingin membangun grup keuangan terintegrasi di Indonesia. Dari asuransi, perbankan, hingga fintech.  

Kenapa Indonesia?

Jawabannya sederhana: ini pasar besar. Dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia adalah lahan subur bagi siapa pun yang ingin ekspansi di sektor keuangan.  

Di sisi lain, Korea Selatan menghadapi tantangan serius. Populasinya menua, pertumbuhan ekonominya melambat. Perusahaan besar seperti Hanwha harus mencari pasar baru. Dan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, jadi sasaran utama.  

Tentu, jalan ke depan tidak akan mudah. Persaingan di sektor perbankan dan fintech di Indonesia sangat ketat. Dari bank konvensional sampai startup teknologi, semua berlomba menarik nasabah.  

Apakah Hanwha bisa bertahan? Atau mereka hanya akan jadi pemain sampingan? Itu masih tanda tanya. Tapi satu hal pasti: Hanwha datang ke Indonesia bukan untuk sekadar mencoba-coba.

#Profil

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index