VINANSIA.COM - Ketika kita membayangkan Vatikan, pikiran kita biasanya tertuju pada kemegahan Basilika Santo Petrus, keheningan doa di Kapel Sistina, atau khidmatnya konklaf para kardinal yang memilih paus baru.
Namun, di balik kemegahan spiritual yang memikat itu, Vatikan juga menyimpan cerita lain yang jauh lebih rumit: pengelolaan keuangan yang kompleks dan penuh kontroversi.
Sebagai pusat Gereja Katolik yang mengatur lebih dari satu miliar umat di dunia, Vatikan tidak hanya berdiri sebagai institusi religius. Ia juga berfungsi sebagai entitas ekonomi dengan berbagai aktivitas finansial, mulai dari pengelolaan donasi, investasi, hingga pengelolaan aset properti.
Namun, perjalanan pengelolaan keuangan Vatikan selama beberapa dekade terakhir sarat dengan tantangan berat, termasuk skandal dan defisit yang membesar.
Defisit Anggaran yang Meningkat Tajam
Pada tahun 2024, laporan resmi menunjukkan defisit anggaran Vatikan mencapai angka 83 juta Euro, meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan defisit 33 juta Euro pada 2022. Lonjakan defisit ini menjadi alarm penting bagi institusi yang selama ini dikenal kuat secara spiritual, namun rapuh di sisi finansial.
Beberapa faktor penyebab defisit ini adalah berkurangnya donasi dari umat Katolik yang tersebar di berbagai belahan dunia, meningkatnya biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh Vatikan, dan investasi yang gagal memberikan hasil positif.
Di tengah tantangan ini, Vatikan dituntut untuk meningkatkan profesionalisme pengelolaan keuangan yang selama ini cukup tertutup dan didasarkan pada tradisi yang sudah berabad-abad.
Warisan Skandal Keuangan: Sebuah Catatan Gelap
Pengelolaan keuangan Vatikan tidak pernah lepas dari catatan hitam skandal. Sejarah kelam ini menjadi pelajaran berharga sekaligus pengingat keras bahwa integritas institusi tidak boleh tergadai.
Salah satu skandal paling terkenal dalam sejarah Vatikan adalah kasus Bank Vatikan atau Institut untuk Karya Agama (IOR) yang terkait dengan kehancuran Banco Ambrosiano pada 1980-an. Banco Ambrosiano adalah bank Italia yang memiliki hubungan erat dengan Vatikan.
Ketika skandal ini terungkap, Bank Vatikan diduga terlibat dalam praktik pencucian uang dan manipulasi keuangan yang menyebabkan kerugian besar hingga 250 juta dolar AS, setara dengan sekitar Rp 4,12 triliun hari ini.
Kasus ini juga ditandai oleh kematian misterius Roberto Calvi, pimpinan Banco Ambrosiano yang ditemukan tergantung di jembatan London—sebuah kematian yang oleh banyak pihak diduga bukan sekadar kecelakaan. Skandal ini mencoreng reputasi Vatikan dan menimbulkan pertanyaan serius soal siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana dana umat dikelola dengan benar.
Skandal Properti Mewah di London: Pengulangan Kisah Kelam
Tidak berhenti sampai di situ, pada tahun 2019, skandal baru kembali menghantam Vatikan ketika diketahui bahwa Sekretariat Negara Vatikan telah menginvestasikan 350 juta Euro (sekitar Rp 6,45 triliun) untuk membeli properti mewah di London. Investasi ini kemudian terbukti merugikan, dan properti tersebut akhirnya dijual pada tahun 2022 dengan kerugian sekitar 140 juta Euro (sekitar Rp 2,58 triliun).
Kasus ini melibatkan dugaan korupsi dan penyalahgunaan dana yang menyeret beberapa pejabat tinggi Vatikan, termasuk Kardinal Angelo Becciu yang menghadapi pengadilan atas tuduhan penggelapan dana. Kasus ini menjadi sorotan global dan membuka mata banyak pihak mengenai perlunya reformasi besar dalam pengelolaan keuangan Vatikan.
Tantangan Transparansi dan Akuntabilitas
Berulangnya skandal dan masalah defisit anggaran menyoroti masalah mendasar dalam tata kelola keuangan Vatikan: kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Sistem keuangan Vatikan selama ini dikenal sangat tertutup, sebagian karena alasan tradisi dan privasi institusi religius.
Namun, di era globalisasi dan pengawasan publik yang semakin ketat, praktik pengelolaan dana yang tidak transparan menjadi risiko besar. Umat dan pengamat menuntut agar Vatikan menerapkan standar tata kelola keuangan yang lebih modern dan terbuka, sekaligus menjaga integritas moral institusi.
Harapan Baru dari Paus Leo XIV
Pergeseran harapan datang dengan terpilihnya Paus Leo XIV pada Mei 2025, menggantikan Paus Fransiskus yang dikenal sebagai paus reformis. Paus Leo XIV, yang sebelumnya dikenal sebagai Kardinal Robert Francis Prevost, menghadapi tugas berat untuk membenahi masalah keuangan yang telah menumpuk.
Dengan pengalaman dan reputasinya, Paus Leo XIV berpeluang meneruskan warisan reformasi dengan fokus kuat pada transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pengelolaan keuangan. Mengelola defisit anggaran yang membesar, menata ulang investasi, dan memperbaiki citra Vatikan sebagai institusi yang mampu menjaga amanah umat menjadi agenda utama.
Mengelola Tradisi di Tengah Modernitas
Pengelolaan keuangan Vatikan merupakan dilema klasik antara mempertahankan tradisi dan menghadapi tuntutan modernitas. Vatikan bukan sekadar lembaga keagamaan, tapi juga institusi yang mengelola aset miliaran Euro, termasuk properti, dana amal, dan donasi dari berbagai penjuru dunia.
Mengadopsi praktik tata kelola modern yang transparan dan profesional mungkin bertentangan dengan budaya institusi yang selama ini lebih mengedepankan hierarki dan rahasia. Namun, untuk menjawab ekspektasi umat dan menjaga kredibilitas, reformasi menjadi tidak bisa ditunda.
Pelajaran untuk Institusi Besar Dunia
Kasus Vatikan bukan hanya soal gereja Katolik, tetapi menjadi pelajaran bagi institusi besar di seluruh dunia, baik publik maupun privat. Pengelolaan keuangan yang buruk dan kurangnya transparansi bisa merusak kepercayaan dan menghancurkan reputasi.
Institusi religius yang mengelola dana umat harus menjadi contoh integritas. Skandal yang berulang kali terjadi menegaskan bahwa kekuatan dan kewenangan harus disertai dengan sistem pengawasan dan akuntabilitas yang ketat.
Menuju Masa Depan yang Lebih Cerah
Keuangan Vatikan hari ini berdiri di persimpangan jalan. Dengan skandal masa lalu dan defisit yang menggunung, institusi ini harus bergerak cepat dan tepat dalam memperbaiki tata kelola keuangannya.
Paus Leo XIV membawa harapan akan perubahan yang tidak hanya memperbaiki angka-angka di laporan keuangan, tetapi juga membangun kepercayaan umat dan dunia.
Reformasi keuangan Vatikan adalah kisah tentang bagaimana institusi spiritual terlama di dunia menghadapi realitas ekonomi modern dengan segala kompleksitasnya. Keberhasilan reformasi ini akan menentukan bukan hanya masa depan keuangan Vatikan, tetapi juga wibawa dan peran moralnya di mata dunia.
Referensi:
Badung.iNews.id (2025) – Fakta Keuangan Vatikan dan Gaji Paus Leo XIV
WorldFinance.com (2024) – A History of Corruption in the Vatican Bank
CNN Indonesia (2021) – Skandal Keuangan Vatikan dan Properti London