DUBAI, VINANSIA.COM – Transformasi digital di sektor keuangan makin terasa gaungnya di Timur Tengah. Dalam sepuluh hari terakhir, Dubai menjadi magnet bagi para pelaku industri fintech dan kripto global dengan digelarnya sejumlah acara bergengsi.
Seperti Token2049 Dubai dan Mawarid Fintech Innovation Summit yang menarik ratusan ribu pengunjung dari berbagai negara.
Salah satu sorotan utama dalam rangkaian acara itu adalah kehadiran Ketua Komite Aset Digital Indonesia, Raine Renaldi, yang mendapat undangan resmi dari pihak penyelenggara untuk menjadi pembicara utama.
Dalam forum internasional tersebut, Raine yang juga menjabat sebagai Presiden Indonesian Bankers Club memaparkan peran strategis kecerdasan buatan (AI) dalam membentuk masa depan sistem keuangan global.
“Kita sedang menyaksikan lahirnya era baru. AI dan mata uang digital bukan lagi sekadar inovasi, melainkan fondasi sistem keuangan masa depan,” ujar Raine di hadapan ratusan delegasi dari Asia, Eropa, dan Timur Tengah.
Raine juga menekankan pentingnya posisi Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dalam peta adopsi teknologi keuangan digital. Ia menyoroti potensi besar Indonesia yang didukung oleh populasi digital yang besar serta ekosistem startup yang terus berkembang.
Menurutnya, Indonesia berada pada posisi kuat untuk memimpin regional dalam hal tokenisasi aset, pengembangan CBDC (Central Bank Digital Currency), dan penerapan AI dalam sektor finansial. Dalam paparannya, Raine juga menyebut bahwa pendekatan berbasis regulasi yang kolaboratif dan inklusif menjadi kunci agar inovasi tidak berbenturan dengan perlindungan konsumen.
“Uni Emirat Arab berencana mengeluarkan Dirham Digital pada akhir tahun ini. Indonesia punya proyek Garuda, mata uang digital yang dikembangkan Bank Indonesia. Ini bisa jadi momentum kolaborasi untuk pemanfaatan CBDC dalam kegiatan remitansi,” jelas Raine.
Acara Mawarid Fintech Innovation Summit, yang diinisiasi oleh salah satu grup keuangan Islam terbesar di UEA, turut memperlihatkan keseriusan kawasan Timur Tengah dalam memperkuat posisinya sebagai pemain utama di dunia fintech dan kripto.
Keterlibatan Indonesia dalam forum tersebut memberi sinyal bahwa negara berkembang pun memiliki daya tawar dalam membentuk masa depan industri keuangan digital global.
Tak hanya tampil sebagai pembicara, Raine juga memanfaatkan momen tersebut untuk menjalin komunikasi strategis. Ia menggelar pertemuan dengan sejumlah perwakilan bank besar UEA, investor ventura, hingga pelaku Web3 dari Eropa dan Timur Tengah.
Salah satu pembahasan penting yang mencuat adalah inisiatif pembentukan Digital Asset Corridor antara Indonesia dan UEA. Jalur ini nantinya akan membuka peluang investasi, riset teknologi, hingga ekspor layanan digital lintas negara.
Dalam wawancaranya dengan media lokal, Raine menyebut bahwa partisipasi Indonesia dalam forum ini bukan sekadar soal eksistensi, tetapi menjadi langkah nyata menuju penguatan kerja sama ekonomi digital antarnegara.
“Jika kita bisa menyatukan AI, tokenisasi, dan kerangka regulasi yang sehat, maka yang kita bangun bukan sekadar pasar, melainkan ekosistem digital global yang adil, terbuka, dan berkelanjutan,” pungkas Raine.
Langkah ini sekaligus mempertegas posisi Komite Aset Digital Indonesia sebagai mitra dialog strategis di tengah dinamika industri digital yang makin kompleks. Dubai menjadi saksi bahwa Indonesia bukan hanya penonton, tapi turut aktif membentuk arah masa depan keuangan dunia.