Akibat Elon Musk Terjun ke Politik, Penjualan Tesla Anjlok

Akibat Elon Musk Terjun ke Politik, Penjualan Tesla Anjlok
Tesla dan Musk: Ketika Politik Menambah Beban Bisnis

VINANSIA.COM - Laba Tesla anjlok 71% di kuartal pertama 2025. Angka ini bukan hanya angka buruk, tetapi sebuah alarm bagi perusahaan yang semula dikenal sebagai pendorong revolusi mobil listrik. 

Pendapatan total Tesla turun 9%, sementara penjualan mobilnya anjlok 20% dibandingkan tahun lalu. Angka-angka ini menunjukkan bahwa meskipun Tesla masih menjadi pemain besar, gelombang perubahan di pasar otomotif mulai menggerus posisi mereka.

Namun, ada hal lain yang lebih memusingkan: Elon Musk, sang CEO, kini terjebak di dua dunia. Di satu sisi, dia harus mengelola Tesla yang menghadapi penurunan penjualan. 

Di sisi lain, dia sibuk dengan tugas barunya di Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), sebuah posisi yang semakin menyita perhatian dan waktu. Para pemegang saham mulai resah, meminta Musk untuk fokus kembali ke Tesla setelah masa tugasnya di DOGE berakhir bulan depan.

Musk sendiri tak menampik hal itu. Dalam panggilan konferensi yang diadakan pada hari Selasa, dia mengatakan bahwa peranannya di DOGE akan berkurang signifikan mulai Mei. 

Meski begitu, dia berencana untuk tetap menghabiskan waktu beberapa hari dalam seminggu untuk memastikan bahwa proyek pengurangan pemborosan pemerintah yang dia jalankan tetap berjalan. 

Tapi, meskipun ada pengakuan itu, banyak yang merasa bahwa keputusan ini datang terlalu lambat. Tekanan dari pemegang saham semakin besar, dan bagi mereka, fokus Musk yang terpecah menjadi masalah besar.

Sementara itu, pasar global juga tidak memberi keringanan. Kebijakan tarif dari pemerintahan Trump memperburuk situasi, menambah biaya produksi yang sudah tertekan. Musk, yang sebelumnya berpendapat bahwa tarif lebih rendah adalah ide yang baik, kini harus menghadapi kenyataan bahwa kebijakan tersebut mempengaruhi biaya dan margin Tesla.

Di tengah krisis ini, Tesla tidak hanya menghadapi tantangan internal. Persaingan dari perusahaan-perusahaan lain, terutama dari China, semakin mengancam. BYD, misalnya, hadir dengan kendaraan yang memiliki fitur self-driving dengan harga yang jauh lebih rendah. 

Ini bukan sekadar ancaman kecil; BYD menawarkan kendaraan dengan teknologi yang hampir serupa dengan Tesla, namun lebih terjangkau. Jika Tesla tidak segera beradaptasi, bisa jadi dominasi mereka di pasar mobil listrik akan tergeser.

Namun, tekanan terbesar mungkin datang dari dalam. Penurunan penjualan, yang tercatat turun 13% di kuartal pertama 2025, semakin memperlihatkan bahwa ada yang salah dengan strategi Tesla. 

Faktor produksi yang tidak lancar, ditambah dengan masalah kualitas yang muncul di beberapa model, semakin membebani reputasi mereka. Model Y, yang sempat menjadi andalan, juga tidak luput dari kendala produksi yang mengurangi kapasitas pengiriman.

Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tesla berada di titik kritis. Musk harus cepat memutuskan apakah dia akan benar-benar kembali fokus pada bisnis mobil listrik, atau apakah dunia politik akan terus menarik perhatiannya. Sementara itu, persaingan dan ketidakpastian pasar terus menunggu di depan mata. 

Musk harus memilih dengan hati-hati: apakah dia akan membiarkan Tesla tergerus, ataukah mengambil keputusan radikal untuk mengembalikan perusahaan ke jalur kemenangan?

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index