Investor Asing Kabur, Ada Apa dengan Ekonomi Indonesia?

Investor Asing Kabur, Ada Apa dengan Ekonomi Indonesia?
Investor Pergi, Ada Apa dengan Ekonomi Kita?

VINANSIA.COM - Pasar keuangan itu seperti tamu dalam hajatan. Kalau makanan enak, suasana nyaman, dan tuan rumah ramah, mereka betah berlama-lama. Tapi kalau sajian kurang menggugah selera, musik sumbang, dan ada gelagat ketidakpastian, tamu akan angkat kaki.

Dan itulah yang terjadi di Indonesia saat ini. Investor asing mulai hengkang dari saham dan surat utang negara. Rupiah melemah, pasar finansial bergejolak, dan para analis sibuk menerka-nerka. Mengapa modal asing pergi justru ketika pemerintah gencar memacu pertumbuhan?

Mari kita urai satu per satu.

Deflasi: Bukti Daya Beli Melemah

Indonesia mencatat deflasi 0,09% yoy pada Februari 2024, pertama sejak 2000. Deflasi sering dianggap kabar baik karena harga turun, tapi jangan buru-buru bersorak. Ini justru sinyal kalau daya beli masyarakat sedang lemah. Barang murah tapi tetap tak terbeli.

Konsumsi domestik adalah mesin utama ekonomi kita. Jika masyarakat menahan belanja, roda ekonomi melambat, pertumbuhan seret. Ini membuat investor berpikir ulang. Jika konsumsi saja seret, bagaimana bisnis bisa berkembang?

Premi Risiko Naik: Indonesia Lebih Berisiko?

Di dunia investasi, ada satu indikator yang sering diperhatikan: Credit Default Swap (CDS). Ini semacam asuransi terhadap risiko gagal bayar utang. Semakin tinggi angkanya, semakin besar risiko yang dipersepsikan investor.

CDS Indonesia naik dari 76,11 bps ke 82,87 bps dalam sepekan terakhir. Artinya, kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi dan fiskal kita menurun. Ini bukan angka sembarangan—CDS yang naik bisa membuat investor berpikir ulang untuk menaruh uangnya di Indonesia.

Jika risiko tinggi, mereka menuntut imbal hasil lebih besar. Pemerintah harus membayar bunga lebih mahal untuk menarik pembeli obligasi. Ini berpotensi menambah beban APBN.

Eksekusi Program Ekonomi yang Lambat

Pemerintahan baru membawa janji pertumbuhan 8% dan program makan bergizi gratis. Tapi, realisasi di lapangan masih jauh dari ekspektasi. Program makan gratis baru tahap uji coba, dampaknya ke konsumsi masih kecil.

Sementara itu, investasi infrastruktur yang digadang-gadang menopang ekonomi masih dalam tahap transisi. Pasar butuh kepastian, bukan sekadar janji. Investor asing melihat eksekusi kebijakan yang lambat sebagai risiko.

Defisit APBN: Beban Utang Bertambah?

APBN 2025 dipatok dengan defisit 2,53% dari PDB, tapi ada potensi membengkak.

Penyebabnya?

  1. Pendapatan pajak turun karena konsumsi lesu.
  2. Belanja sosial naik, terutama untuk program-program populis.

Per Februari 2025, APBN mencatat defisit Rp31,2 triliun (0,13% PDB), berbanding terbalik dengan surplus Rp22,8 triliun (0,10% PDB) pada periode yang sama tahun lalu. Ditambah lagi, pendapatan pajak turun 30%, memicu kekhawatiran tentang stabilitas fiskal.

Bagi investor, ini alarm bahaya. Jika defisit makin lebar, bagaimana pemerintah akan menutupnya?

Dolar Lebih Menggoda, Modal Lari ke AS

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, investor cenderung mencari aset aman. Dan saat ini, aset paling aman di dunia adalah obligasi AS.

The Fed masih menahan suku bunga tinggi, membuat yield obligasi AS tetap menarik. Dengan risiko lebih rendah dan imbal hasil kompetitif, investor asing lebih memilih menaruh uang di sana ketimbang di Indonesia.

IHSG Melemah, Kepercayaan Pasar Luntur

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kesulitan menembus level psikologis karena aksi jual asing. Investor menarik modal dari sektor-sektor yang tertekan, seperti:

  • Konsumsi: Daya beli melemah.
  • Properti: Kredit seret.
  • Perbankan: Potensi kredit macet naik.

Ini bukan sekadar angka. Kepercayaan investor terhadap fundamental ekonomi Indonesia sedang diuji.

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

Jika pemerintah ingin menarik kembali investor asing, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Percepat eksekusi kebijakan ekonomi. Program seperti makan gratis harus segera berdampak nyata ke konsumsi.
  2. Jaga stabilitas fiskal. Jika defisit melebar, harus ada strategi jelas untuk menutupnya.
  3. Pastikan regulasi stabil. Investor butuh kepastian, bukan aturan yang berubah-ubah.
  4. Jaga rupiah. Intervensi Bank Indonesia harus lebih efektif menenangkan pasar.
  5. Komunikasi yang lebih baik dengan pasar. Kepastian lebih penting daripada sekadar optimisme.

Kesimpulan: Investor Butuh Kepastian

Investor asing hengkang bukan hanya karena faktor global, tapi juga deflasi, lambatnya eksekusi ekonomi, risiko fiskal, dan lemahnya prospek bisnis.

Pasar keuangan seperti tamu dalam hajatan. Jika ingin mereka tetap tinggal, pastikan hidangannya menggugah selera, suasananya nyaman, dan tuan rumahnya meyakinkan. Jika tidak, mereka akan pergi ke pesta lain yang lebih menjanjikan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index