Info AI

Xue Xi: Bagaimana China Memanfaatkan Teknologi AI untuk Propaganda Politik

Xue Xi: Bagaimana China Memanfaatkan Teknologi AI untuk Propaganda Politik
Xue Xi: Bagaimana China Memanfaatkan Teknologi AI untuk Propaganda Politik (Ilustrasi:unsplash.com)

VINANSIA.COM - Pada tahun 2017 lalu, Partai Komunis China (PKC) menggulirkan rencana besar: mereka ingin memimpin teknologi kecerdasan buatan (AI) pada tahun 2030.

Ambisi ini mempesona, seakan China bertekad untuk menjadi pemimpin global dalam revolusi teknologi.

Namun, pada tahun 2022, kehadiran ChatGPT dari OpenAI mengubah semua hitungan. Keberhasilannya membuat AS melompat jauh dalam perlombaan AI, mengguncang China yang ingin menjadi yang terdepan.

Dari dinamika ini muncullah bintang baru dalam politik digital China: "Xue Xi", sebuah chatbot berbasis AI untuk menyebarkan pemikiran Xi Jinping secara digital.

Nama "Xue Xi" sendiri mencerminkan tujuannya yang jelas: "Belajar Xi". Tapi jangan salah, chatbot ini jauh dari sekadar program biasa.

Ia adalah duta digital yang ditanamkan dengan "Pemikiran Xi Jinping" - serangkaian prinsip yang bertujuan untuk mengokohkan kekuasaan mutlak Partai Komunis China (PKC), memperkuat keamanan nasional, dan menyebarluaskan nilai-nilai sosialis.

Dikembangkan oleh Universitas Tsinghua, "Xue Xi" menggunakan teknologi pemrosesan bahasa alami untuk memfasilitasi diskusi tentang pemerintahan, sosialisme, dan masa depan negara.

Dilatih dengan tujuh basis data, terutama yang dikurasi oleh Administrasi Internet China, chatbot ini menjadi contoh nyata bagaimana AI dapat dimanfaatkan untuk memengaruhi opini publik dan menyebarkan ideologi secara efektif.

Namun, "Xue Xi" bukan hanya alat propaganda. Chatbot ini adalah bagian integral dari strategi China untuk merangkul dan memperkuat ideologi Partai di masyarakat.

Sebelumnya, China juga telah meluncurkan aplikasi edukasi berbasis AI yang memperkenalkan pemikiran Xi Jinping dan mengintegrasikan materi ini dalam pelajaran wajib di sekolah.

Pengembangan "Xue Xi" mencerminkan pendekatan China yang lebih besar terhadap AI: bukan hanya sebagai alat inovasi teknologi, tetapi juga sebagai instrumen strategis untuk mengarahkan dan mengontrol opini publik sesuai dengan agenda politik mereka.

Hal ini sejalan dengan visi Xi Jinping yang ingin memanfaatkan teknologi untuk memperkuat pengaruh global dan memengaruhi arus informasi di dunia.

Di sisi lain, sementara perusahaan-perusahaan Barat seperti OpenAI terus mengembangkan AI dengan fokus pada data set publik dan kemungkinan inovasi.

Raksasa teknologi China seperti Baidu dan Alibaba justru lebih tertarik pada pengembangan model AI yang spesifik untuk kebutuhan negara, seperti meningkatkan pengawasan, efisiensi industri, dan pendidikan ideologis.

Bagi China, penggunaan AI secara strategis lebih penting daripada sekadar inovasi teknologi semata.

Peluncuran "Xue Xi" menimbulkan pertanyaan besar tentang peran AI dalam politik dan ideologi. Inisiatif semacam ini menyoroti strategi inovatif China dalam menggunakan teknologi untuk memperkuat narasi ideologis yang diinginkan, dengan tujuan utama memastikan kesetiaan terhadap "Pemikiran Xi Jinping".

Namun, tentu saja, langkah-langkah ini juga menimbulkan kekhawatiran dari para kritikus. Mereka khawatir bahwa penggunaan AI untuk tujuan semacam ini dapat memperburuk pengawasan dan membatasi kebebasan berpendapat.

Lebih dari sekadar teknologi, pengembangan "Xue Xi" juga mencerminkan ambisi China untuk memimpin dalam era AI. Hal ini menegaskan posisinya sebagai pionir dalam menggunakan teknologi untuk memengaruhi dan mengontrol masyarakat global yang semakin terhubung.

"Xue Xi" tidak hanya sekadar chatbot, melainkan sebuah simbol tentang bagaimana China menggunakan kecerdasan buatan untuk memahami dan membentuk opini publik dalam dunia yang semakin kompleks ini.

#Artificial intelligence (AI)

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index
Seedbacklink